Tak Takut di Laut China Selatan, RI Mau Tambah Kapal Selam

 

Sumber-sumber militer Indonesia telah mengungkapkan, negara ini berencana untuk memperluas armada kapal selamnya dari empat menjadi 12, sebagai tanggapan atas serangan berulang-ulang China ke perairan yang disengketakan di Laut China Selatan, lapor The Epoch Times.

Indonesia memiliki wilayah perairan terbesar ketiga di dunia di bawah zona ekonomi eksklusif (ZEE), tetapi saat ini hanya memiliki empat kapal selam. Sebaliknya, Jepang menempati urutan keenam di wilayah perairan dan memiliki 20 kapal selam.

 

Indonesia awalnya memiliki lima kapal selam, tetapi kehilangan satu (KRI Nanggala-402) dalam kecelakaan di Bali pada 21 April. Tim SAR menemukan, kapal selam itu telah tenggelam ke dasar laut dan pecah menjadi tiga bagian, menewaskan semua 53 anggota awak kapal. Nanggala-402 buatan Jerman telah beroperasi selama 40 tahun.

Di antara empat kapal selam yang tersisa saat ini dalam pelayanan, dua kapal selam dibuat di Korea Selatan, dan satu diproduksi di dalam negeri menggunakan teknologi Korea Selatan.

KRI Alugoro Indonesia, kapal selam buatan anak dalam negeri.

Setelah tragedi kapal selam bulan lalu, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengatakan, negara ini akan meningkatkan investasi dalam peralatan militer. Indonesia sedang berusaha untuk mencapai kesepakatan produksi bersama dengan Korea Selatan tentang kapal selam, dan Prancis, Rusia, dan Turki telah menawarkan untuk mengekspor kapal selam ke Indonesia.

Analis Indonesia Khairul Fahmi meyakini, jika ukuran armada kapal selam dapat ditingkatkan menjadi 12, mereka dapat melakukan pengawasan intensif di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh kapal patroli, dan itu akan mengurangi keberadaan kapal asing di sekitar Kepulauan Natuna.

Perluasan armada kapal selam Indonesia ini merupakan tanggapan atas serangan berulang rezim komunis China ke perairan yang disengketakan. Indonesia menganggap perairan di dekat Kepulauan Natuna berada dalam ZEE-nya, sementara China mengklaim kedaulatan atas perairan tersebut, mengutip apa yang disebut klaim historis sembilan garis putus di Laut China Selatan, tulis The Epoch Times.

Ketegangan antara kedua negara atas perairan yang disengketakan telah meningkat sejak insiden kapal penangkap ikan pada 2016, ketika sebuah kapal patroli Indonesia mencegat kapal nelayan China yang beroperasi di dekat Kepulauan Natuna. Sebuah kapal penjaga pantai China bersenjata memasuki ZEE dan membebaskan kapal penangkap ikan.

 

Pada 2020, kapal militer dan penangkap ikan antara China dan Indonesia mengalami lebih banyak kebuntuan. Sementara itu, Jakarta mengeluhkan kapal penelitian China yang meningkatkan transit di perairan Indonesia, dan mencurigai mereka menurunkan drone untuk memetakan dasar laut untuk keperluan perang kapal selam.

Dalam beberapa tahun terakhir, rezim China telah meningkatkan agresinya di Laut China Selatan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Vietnam pada 2019.

Sejak April 2021, ketegangan antara China dan Filipina telah meningkat, ketika ratusan kapal paramiliter China yang menyamar sebagai kapal penangkap ikan, berlama-lama di perairan dekat Karang Whitsun yang disengketakan, dilansir dari The Epoch Times.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *